KEPEMIMPINAN
Proses
memengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi.Cara alamiah mempelajari kepemimpinan adalah
"melakukannya dalam kerja" dengan praktik seperti pemagangan pada
seorang seniman ahli, pengrajin, atau praktisi. Dalam hubungan ini
sang ahli diharapkan sebagai bagian dari peranya memberikan
pengajaran/instruksi.
Kebanyakan
orang masih cenderung mengatakan bahwa pemimipin yang efektif mempunyai sifat
atau ciri-ciri tertentu yang sangat penting misalnya, kharisma, pandangan ke
depan, daya persuasi, dan intensitas.
Dan memang, apabila kita berpikir tentang pemimpin yang heroik seperti
Napoleon, Washington, Lincoln, Churcill, Sukarno, Jenderal Sudirman, dan
sebagainya kita harus mengakui bahwa sifat-sifat seperti itu melekat pada diri
mereka dan telah mereka manfaatkan untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan.
Kepemimpinan Yang
Efektif
Barangkali
pandangan pesimistis tentang keahlian-keahlian kepemimpinan ini telah
menyebabkan munculnya ratusan buku yang membahas kepemimpinan. Terdapat nasihat tentang
siapa yang harus ditiru (Attila the Hun), apa yang harus diraih (kedamaian
jiwa), apa yang harus dipelajari (kegagalan),
apa yang harus diperjuangkan (karisma),
perlu tidaknya pendelegasian (kadang-kadang),
perlu tidaknya berkolaborasi (mungkin),
pemimpin-pemimpin rahasia Amerika
(wanita), kualitas-kualitas pribadi dari kepemimpinan (integritas), bagaimana
meraih kredibilitas (bisa dipercaya), bagaimana menjadi pemimipin yang otentik
(temukan pemimpin dalam diri anda), dan sembilan hukum alam kepemimpinan
(jangan tanya). Terdapat lebih dari 3000 buku yang judulnya mengandung kata
pemimipin (leader). Bagaimana
menjadi pemimpin yang efektif tidak perlu diulas oleh sebuah
buku. Guru manajeman terkenal, Peter Drucker, menjawabnya hanya dengan beberapa
kalimat: "pondasi dari kepemimpinan yang efektif adalah berpikir berdasar
misi organisasi, mendefinisikannya dan menegakkannya, secara jelas dan nyata.
Kepemimpinan Karismatik
Max Weber,
seorang sosiolog, adalah ilmuan pertama yang membahas kepemimpinan karismatik. Lebih
dari seabad yang lalu, ia mendefinisikan karisma (yang berasal dari bahasa Yunani
yang berarti "anugerah") sebagai "suatu sifat tertentu dari
seseorang, yang membedakan mereka dari orang kebanyakan dan biasanya dipandang
sebagai kemampuan atau kualitas supernatural, manusia super, atau paling tidak daya-daya istimewa. Kemampuan-kemampuan ini tidak dimiliki
oleh orang biasa, tetapi dianggap sebagai kekuatan yang bersumber dari yang
Ilahi, dan berdasarkan hal ini seseorang kemudian dianggap sebagai seorang pemimpin.
Kepemimpinan
Transformasional
Kepemiminan
merupakan proses dimana seorang individu mempengaruhi sekelompok individu untuk
mencapai suatu tujuan. Untuk menjadi seorang pemimpin yang efektif, seorang
kepala sekolah harus dapat mempengaruhi seluruh warga sekolah yang dipimpinnya
melalui cara-cara yang positif untuk mencapai tujuan pendidikan di sekolah.
Secara sederhana kepemimpinan transformasional dapat diartikan sebagai proses
untuk mengubah dan mentransformasikan individu agar mau berubah dan meningkatkan
dirinya, yang didalamnya melibatkan motif dan pemenuhan kebutuhan serta
penghargaan terhadap para bawahan.
Berdasarkan
hasil kajian literatur yang dilakukan, Northouse (2001) menyimpulkan bahwa
seseorang yang dapat menampilkan kepemimpinan transformasional ternyata dapat
lebih menunjukkan sebagai seorang pemimpin yang efektif dengan hasil kerja yang
lebih baik. Oleh karena itu, merupakan hal yang amat menguntungkan jika para
kepala sekolah dapat menerapkan kepemimpinan transformasional di sekolahnya.
Karena
kepemimpinan transformasional merupakan sebuah rentang yang luas tentang
aspek-aspek kepemimpinan, maka untuk bisa menjadi seorang pemimpin
transformasional yang efektif membutuhkan suatu proses dan memerlukan usaha
sadar dan sunggug-sungguh dari yang bersangkutan. Northouse (2001) memberikan
beberapa tips untuk menerapkan kepemimpinan transformasional, yakni sebagai
berikut:
Berdayakan
seluruh bawahan untuk melakukan hal yang terbaik untuk organisasi
Berusaha
menjadi pemimpin yang bisa diteladani yang didasari nilai yang tinggi
Dengarkan
semua pemikiran bawahan untuk mengembangkan semangat kerja sama
Ciptakan
visi yang dapat diyakini oleh semua orang dalam organisasi
Bertindak
sebagai agen perubahan dalam organisasi dengan memberikan contoh bagaimana
menggagas dan melaksanakan suatu perubahan
Menolong
organisasi dengan cara menolong orang lain untuk berkontribusi terhadap
organisasi
Model
kepemimpinan transformasional merupakan model yang relatif baru dalam
studi-studi kepemimpinan. Burns (1978) merupakan salah satu penggagas yang
secara eksplisit mendefinisikan kepemimpinan transformasional. Menurutnya,
untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang model kepemimpinan
transformasional, model ini perlu dipertentangkan dengan model kepemimpinan
transaksional. Kepemimpinan transaksional didasarkan pada otoritas birokrasi
dan legitimasi di dalam organisasi. Pemimpin transaksional pada hakekatnya
menekankan bahwa seorang pemimpin perlu menentukan apa yang perlu dilakukan
para bawahannya untuk mencapai tujuan organisasi. Disamping itu, pemimpin
transaksional cenderung memfokuskan diri pada penyelesaian tugas-tugas
organisasi. Untuk memotivasi agar bawahan melakukan tanggungjawab mereka, para
pemimpin transaksional sangat mengandalkan pada sistem pemberian penghargaan
dan hukuman kepada bawahannya. Sebaliknya, Burns menyatakan bahwa model
kepemimpinan transformasional pada hakekatnya menekankan seorang pemimpin perlu
memotivasi para bawahannya untuk melakukan tanggungjawab mereka lebih dari yang
mereka harapkan.
Pemimpin
transformasional harus mampu mendefinisikan, mengkomunikasikan dan
mengartikulasikan visi organisasi, dan bawahan harus menerima dan mengakui
kredibilitas pemimpinnya.Hater dan Bass (1988) menyatakan bahwa “the dynamic of
transformational leadership involve strong personal identification with the
leader, joining in a shared vision of the future, or goingbeyond the
self-interest exchange of rewards for compliance”. Dengan demikian, pemimpin
transformasional merupakan pemimpin yang karismatik dan mempunyai peran sentral
dan strategis dalam membawa organisasi mencapai tujuannya. Pemimpin
transformasional juga harusmempunyai kemampuan untuk menyamakan visi masa depan
dengan bawahannya, serta mempertinggi kebutuhan bawahan pada tingkat yang lebih
tinggi dari pada apa yang mereka butuhkan. Menurut Yammarino dan Bass (1990),
pemimpin transformasional harus mampu membujuk para bawahannya melakukan
tugas-tugas mereka melebihi kepentingan mereka sendiri demi kepentingan
organisasi yang lebih besar. Yammarino dan Bass (1990) juga menyatakan bahwa
pemimpin transformasional mengartikulasikan visi masa depan organisasi yang
realistik, menstimulasi bawahan dengan cara yang intelektual, dan menaruh
parhatian pada perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh bawahannya. Dengan
demikian, seperti yang diungkapkan oleh Tichy and Devanna (1990), keberadaan
para pemimpin transformasional mempunyai efek transformasi baik pada tingkat
organisasi maupun pada tingkat individu. Dalam buku mereka yang berjudul “Improving
Organizational Effectiveness through Transformational Leadership”, Bass dan
Avolio (1994) mengemukakan bahwa kepemimpinan transformasional mempunyai empat
dimensi yang disebutnya sebagai “the Four I’s”.
Dimensi
yang pertama disebutnya sebagai idealized influence (pengaruh ideal). Dimensi
yang pertama ini digambarkan sebagai perilaku pemimpin yang membuat para
pengikutnya mengagumi, menghormati dan sekaligus mempercayainya. Dimensi yang
kedua disebut sebagai inspirational motivation (motivasi inspirasi). Dalam
dimensi ini, pemimpin transformasional digambarkan sebagai pemimpin yang mampu
mengartikulasikan pengharapan yang jelas terhadap prestasi bawahan,
mendemonstrasikan komitmennya terhadap seluruh tujuan organisasi, dan mampu
menggugah spirit tim dalam organisasi melalui penumbuhan entusiasme dan
optimisme. Dimensi yang ketiga disebut sebagai intellectual stimulation
(stimulasi intelektual). Pemimpin transformasional harus mampu menumbuhkan
ide-ide baru, memberikan solusi yang kreatif terhadap permasalahan-permasalahan
yang dihadapi bawahan, dan memberikan motivasi kepada bawahan untuk mencari
pendekatan-pendekatan yang baru dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi.
Dimensi yang terakhir disebut sebagai individualized consideration (konsiderasi
individu). Dalam dimensi ini, pemimpin transformasional digambarkan sebagai
seorang pemimpin yang mau mendengarkan dengan penuh perhatian masukan-masukan
bawahan dan secara khusus mau memperhatikan kebutuhan-kebutuhan bawahan akan
pengembangan karir. Walaupun penelitian mengenai model transformasional ini
termasuk relatif baru, beberapa hasil penelitian mendukung validitas keempat
dimensi yang dipaparkan oleh Bass dan Avilio di atas. Banyak peneliti dan
praktisi manajemen yang sepakat bahwa model kepemimpinan transformasional
merupakan konsep kepemimpinan yang terbaik dalam menguraikan karakteristik
pemimpin (Sarros dan Butchatsky 1996).
Konsep
kepemimpinan transformasional ini mengintegrasikan ide-ide yang dikembangkan
dalam pendekatan-pendekatan watak (trait), gaya (style) dan kontingensi, dan
juga konsep kepemimpinan transformasional menggabungkan dan menyempurnakan
konsep-konsep terdahulu yang dikembangkan oleh ahli-ahli sosiologi (seperti
misalnya Weber 1947) dan ahli-ahli politik (seperti misalnya Burns 1978).
Beberapa ahli manajemen menjelaskan konsep-konsep kepimimpinan yang mirip
dengan kepemimpinan transformasional sebagai kepemimpinan yang karismatik,
inspirasional dan yang mempunyai visi (visionary). Meskipun terminologi yang
digunakan berbeda, namun fenomenafenomana kepemimpinan yang digambarkan dalam
konsep-konsep tersebut lebih banyak persamaannya daripada perbedaannya. Bryman
(1992) menyebut kepemimpinan transformasional sebagai kepemimpinan baru (the
new leadership), sedangkan Sarros dan Butchatsky (1996) menyebutnya sebagai
pemimpin penerobos (breakthrough leadership). Disebut sebagai penerobos karena
pemimpim semacam ini mempunyai kemampuan untuk membawa perubahan-perubahan yang
sangat besar terhadap individu-individu maupun organisasi dengan jalan:
memperbaiki kembali (reinvent) karakter diri individu-individu dalam organisasi
ataupun perbaikan organisasi, memulai proses penciptaan inovasi, meninjau
kembali struktur, proses dan nilai-nilai organisasi agar lebih baik dan lebih
relevan, dengan cara-cara yang menarik dan menantang bagi semua pihak yang
terlibat, dan mencoba untuk merealisasikan tujuan-tujuan organisasi yang selama
ini dianggap tidak mungkin dilaksanakan. Pemimpin penerobos memahami pentingnya
perubahan-perubahan yang mendasar dan besar dalam kehidupan dan pekerjaan
mereka dalam mencapai hasil-hasil yang diinginkannya. Pemimpin penerobos
mempunyai pemikiran yang metanoiac, dan dengan bekal pemikiran ini sang
pemimpin mampu menciptakan pergesaran paradigma untuk mengembangkan praktekpraktekorganisasi
yang sekarang dengan yang lebih baru dan lebih relevan. Metanoia berasaldari
kata Yunani meta yang berarti perubahan, dan nous/noos yang berarti pikiran.
Dengan perkembangan globalisasi ekonomi yang makin nyata, kondisi di berbagai
pasar dunia makin ditandai dengan kompetisi yang sangat tinggi
(hyper-competition). Tiap keunggulan daya saing perusahaan yang terlibat dalam
permainan global (global game) menjadi bersifat sementara (transitory). Oleh
karena itu, perusahaan sebagai pemain dalam permainan global harus terus
menerus mentransformasi seluruh aspek manajemen internal perusahaan agar selalu
relevan dengan kondisi persaingan baru. Pemimpin transformasional dianggap
sebagai model pemimpin yang tepat dan yang mampu untuk terus-menerus meningkatkan
efisiensi, produktifitas, dan inovasi usaha guna meningkatkan daya saing dalam
dunia yang lebih bersaing.